SISTEM NILAI BUDAYA
Nama
: Rika Rachmawati
NIM
: 19310410024
Artikel
ini dibuat untu memenuhi tugas Ilmu Budaya Dasar, Prodi Psikologi, Universitas Proklamasi
45 Yogyakarta.
Dosen Pengampu: Dr. Arndati Shinta/Amin Nurohmah, S.Pd., M.Sc
Kebudayaan
dan manusia saling berhubungan karena mengandung kebudayaan yang khusus
berdasarkan setiap faktor daerah asal dari kebudayaan tersebut. Setiap daerah
memiliki mekanisme yang berbeda walaupun dalam satu kota yang sama tetapi
kebudayaan dapat berbeda. Hubungan manusia dengan kebudayaan adalah hubungn
yang saling terkait satu sama lain dan tidak dapat dipisahan, karena manusialah
yang menciptakan kebudayaan untuk mengatur setiap kegiatan seperti nilai norma-norma
yang berlaku dimasyarakat atau adat istiadat. Kebudayaan adalah sisitem nilai
yang paling abstrak, sistem nilai budaya sendiri berisi konsep-konsep dalam
pikiran manusia tentang apa yang bernilai dalam hidup.
Sistem
nilai budaya menurut Koenjaraningrat (1986) adalah
nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian
besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem
nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam
bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang
mampengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan
tujuan-tujuan yang tersedia.
Sistem
nilai budaya menjadi pendoman dalam beraktifitas dilingkungan masyarakat. Sistem
nilai budaya merupakan pedoman yang membahas tentang masalah-masalah pokok yang
dialami oleh manusia dilingkunganya. Menurut kerangka F. Kluckhohn dalam
Koentjaraningrat (2004), semua sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di
dunia itu. sebenarnya mengenai lima masalah pokok dalam kehidupan manusia.
Kelima masalah pokok itu adalah:
1. Masalah
mengenai hakekat dari hidup manusia (selanjutnya disingkat MH)
2. Masalah
mengenai hakekat dari karya manusia selanjutnya disingkat MK)
3. Masalah
mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (selanjutnya
disingkat MW)
4. Masalah
mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (selanjutnya
disingkat MA)
5. Masalah
mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (selanjutnya disingkat
MM)
Koentjaraningrat (2004) menjelaskan tentang kelima masalah pokok
dengan berbagai cara kebudayaan diseluruh dunia yang merupakan pengkopsepsian
masalah-masalah universal dan berbeda-beda walaupun perbedaan-perbedaan
tersebut terbatas. Misalnya mengenail masalah pertama (MH),
ada kebudayaan yang meman dang hidup manusia itu pada hakekatnya suatu hal yang
buruk dan menyedihkan, dan karena itu harus dihindari. Kebudayaan-kebudayaan
yang terpengaruh oleh agama Buddha misalnya dapat disangka mengkon sepsikan
hidup sebagai suatu hal yang buruk. Pola-pola kelakukan manusia akan
mementingkan segala usaha untuk menuju ke arah tujuan untuk bisa memadamkan
hidup itu (nirvana meniup habis), dan meremehkan segala kelakuan yang hanya
mengekalkan rangkaian kelahiran kembali (samsara), Adapun kebudayaan kebudayaan
lain memandang hidup manusia itu pada hakekatnya buruk, tetapi manusia dapat
mengusaha kan untuk menjadikan hidup suatu hal yang baik dan menggembirakan.
Mengenai
masalah kedua (MK), ada kebudayaan kebudayaan yang memandang bahwa karya
manusia itu pada hakekatnya bertujuan untuk memungkinkan nya hidup; kebudayaan
lain menganggap hakekat dari karya manusia itu untuk memberikannya suatu
kedudukan yang penuh kehormatan dalam masyarakat; sedangkan kebudayaan lain
lagi menganggap hakekat karya manusia itu sebagai suatu gerak hidup yang harus
menghasilkan lebih banyak karya lagi.
Kemudian
mengenai masalah ketiga (MW), ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang penting
dalam kehidupan manusia itu masa yang lampau. Dalam kebudayaan-kebudayaan
serupa itu, orang akan lebih sering mengambil pedoman dalam kelakuannya contoh-contoh
dan kejadian-kejadian dalam masa yang lampau. Sebaliknya, banyak pula
kebudayaan yang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit. Warga dari
suatu kebudayaan serupa itu tidak akan memusingkan diri dengan memikirkan zaman
yang lampau maupun masa yang akan datang. Mereka hidup menurut keadaan yang ada
pada masa sekarang ini. Kebudayaan-kebudayaan lain lagi malahan justru
mementingkan pandangan yang berorientasi sejauh mungkin terhadap masa yang akan
datang. Dalam kebudayaan serupa itu perencanaan hidup menjadi suatu hal yang
amat penting.
Selanjutnya
mengenai masalah keempat (MA), ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang alam
itu suatu hal yang begitu dahsyat, sehingga manusia pada hakekatnya hanya bisa
bersifat menyerah saja tanpa ada banyak yang dapat diusahakannya. Sebaliknya,
banyak pula kebudayaan lain yang memandang alam itu sebagai suatu hal yang bisa
dilawan oleh manusia, dan mewajibkan manusia untuk selalu berusaha menaklukkan
alam. Kebudayaan lain lagi menganggap bahwa manusia itu hanya bisa berusaha mencari
keselarasan dengan alam.
Akhirnya
mengenai masalah kelima (MM), ada kebudayaan-kebudayaan yang amat mementingkan
hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya. Dalam pola kelakuannya,
manusia yang hidup dalam suatu kebudayaan serupa itu akan berpedoman kepada
tokoh-tokoh pemimpin, orang-orang senior, atau orang orang atasan. Kebudayaan
lain lebih mementingkan hubungan horisontal antara manusia dengan sesamanya.
Daftar Pustaka :
Koentjaraningrat. (1986). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Rineka Cipta
Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Sumber Gambar :
Irwan
Zulkifli. (2013). Orientasi Nilai Budaya. https://irwanzulkifli.wordpress.com/2013/11/19/orientasi-nilai-budaya/amp/.
Diakses Tanggal 26 Oktober 2021
Komentar
Posting Komentar